Kegiatan yang tidak dapat dihindari oleh individu sebagai makhluk sosial dan berakal adalah berpikir dan berbicara. Berpikir dan berbicara adalah aktivitas individu yang memerlukan keahlian tingkat tinggi yaitu bagaimana seorang individu dalam berpikir dan berbicara melakukan analisa, mengevaluasi dan menjelaskan serta memberikan pemecahan masalah dalam hal yang dibicarakan dan dipikiran. Sehingga, berpikir dan berbicara merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks.
Individu dalam mengungkapkan pemikiran ataupun pendapat, seharusnya memperhatikan etika sikap dalam penyampaiannya, sehingga kemampuan dalam berbicara dan berpikir kritis sejalan dengan sikap etis yaitu suatu sikap yang menunjukkan ketajaman sikap individu sebagai individu yang mampu berkomunikasi dengan baik kepada pihak lain atau dalam kelompok. Berpikir kritis (critical thinking) dan bersikap etis (ethics attitude) adalah dua hal yang salaing menunjang satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kritis dan bersikap etis jarang sekali ditemui. Ada individu ketika kemampuan berbicara dan berpikir kritis baik namun dalam berperilaku (menyampaikan) sangat tidak etis, dan sebaliknya ada individu yang menyampaikan segala sesuatu secara santun (ethic), namun dangkal dalam berpikir dan berbicara. Bahkan lebih menyedihkan lagi, ada individu yang bicara dan pemikirannya serta sikapnya juga sama-sama tidak baik.
Dalam artikel ini, penulis memaparkan tentang critical thinking dan sikap etis (ethics attitude) dilihat dari teori-teori maupun berdasarkan pendapat, pengalaman, dan pengamatan penulis. Berpikir Kritis (critical thinking), berasal dari kata kritis yaitu kemampuan untuk menilai, melihat dan memutuskan. Critic dalam bahasa Inggris adalah seseorang yang melakukan kegiatan untuk mengevalusi, menilai hal-hal yang berkaitan dengan film, buku, artikel, music, makanan, kebijakan, peraturan, pernyataan dan lain sebagainya. Berpikir kritis bukanlah sesuaitu yang berusaha mencari kesalahan atau menyampaikan ketidaksukaan, melainkan sebuah kegiatan yang meberikan pendapat secara adil dan tidak menimbulkan makna bias. Sehingga critical thinking memiliki makna sebagai berikut (Brown & Keeley, 2007: 2):
- Kesadaram terhadap seperangkat pertanyaan-pertanyan kritis yang saling berkaitan (awareness of a set of interrelated critical question);
- Kemampuan untuk bertanya dan menjawan secara kritis pertanyaan-pertanyaan dalam waktu yang tepat (ability to ask and answer critical questions at appropriate times); dan
- Keinginan secara aktif dalam menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis (desire to actively use the critical questions).
Berdasarkan uraian tersebut maka, berpikir kitis (critical thinking) terdiri atas seperangkat kesadaran akan serangkaian pertanyaan kritis yang saling berkaitan, dan kemampuan serta keinginan untuk bertanya dan menjawan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tepat. Berpikir menurut Browne dan Killey (2007) sama dengan sepon (sponge) yang bereaksi terhadap air yaitu sepon dapat menyerap air. Maka, ketika sebuah informasi dapat diterima oleh individu maka semakin kompleks pemahaman individu terhadap informasi tersebut.
Butterwoth dan Thwaites (2013) menyatakan bahwa inti kegiatan dalam berpikir kritis adalah melakukan analisis, mengevaluasi, dan pendapat selanjutnya. Analisis memiliki makna mengidentifikasikan bagian-bagian dari sebuah bacaan atau informasi dan membentuk pemikiran atau ide yang baru. Evaluasi bermakna menilai bagaimana sebuah pendapat, pernyataan atau informasi telah tersusun dengan sempurna, didukung oleh kesimpulan dan bukti-bukti. Pendapat lanjutan (further argument) bermakna kemampuan individu dalam menjelaskan dengan menggunakan ide atau bahasa sendiri dengan menyampaikan alasan terkait perbedaan pendapat atau ide dengan informasi maupun bacaan yang diperoleh. Individu yang berpikir kritis maka sebaiknya harus memiliki sikap (attitude) diantaranya adalah terbuka dan berpikir seimbang, aktif dan melek berita, skeptis, dan mandiri (Butterwoth dan Thwaites, 2013).
Seperti telah diuraikan di awal bahwa, critical thinking berkaitan dengan attitud ethics atau sikap yang etis, yaitu suatu sikap yang memiliki nilai-nilai etika dalam menyampaikan argumen atau pendapat lanjutan. Menurut kamus bahasa ethics memilik pengertian sebagai prinsip-prinsip moral yang dijalankan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Etika berkaitan dengan moral, adat kebiasaan, cara hidup seseorang dengan menggunakan hal-hal yang baik (Latif, 2015: 276). Selanjutnya, Bortens dalam Latif (2015: 377) mendefinisikan etika sebagai nilai dan norma yang digunakan oleh individu dalam kegiatannya sehari-hari, sekumpulan asas atau nilai moral, dan ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk.
Berpikir kritis dan bersikap etika dalam menyampai pemikiran atau pandangan lanjutan adalah hal yang harus dilakukan oleh individu, ketika individu tersebut menganalisis informasi atau pendapat yang disampaikan sudah sepatutnya dalam penyampaian dilakukan secara santun. Sikap yang tepat dalam menyampaikan atau memberikan pendapat lanjutan seharusnya dilakukans dengan sikap yang menunjang kemampuan berpikir kritis tersebut. Berkata dengan tanpa harus mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan, merendahkan, atau menjatuhkan pribadi pihak penyampai pemikiran adalah etika yang tepat ketika berpikir kritis. Sikap etis selanjutnya dalam berpikir kritis adalah, saat bertanya atau menyampaikan pendapat yang berlawanan harus dilakukan secara jelas, tanpa emosional, dan menghina.
Critical thinking mengajarkan kepada kita sebagai individu yang hidup bersama, saling berinteraksi, bertanya,dan saling menukar informasi serta memberikan informasi untuk menerima dan menyaring informasi yang didapat secara cerdas dan tidak mudah terprovokasi. Individu yang kritis secara bersamaan seharusnya memiliki sikap etis ketika menyampaikan, membantah atau mengajukan pertanyaan atas pendapata, pernyataan atau informasi yang diperoleh. Berpikir kritis, menuntut seseorang untk mampu memisahkan ego dan kecendrungan terhadap sesuatu sehingga mampu menghasilkan pendapat yang baru secara fair.
Pencapaian critical thinking dan attitude ethics, bukan bersifat instan melainkan perlu dilakukan latihan setiap hari dengan memperbanyak wawasan, membaca secara intensif dan mendalam, berdiskusi dengan pihak-pihak lain baik yang pro maupun kontra dengan berita, ide atau informasi yang tersaji. Oleh karena itu, peran aktif keluarga dan tenaga pendidik sangat penting dalam mendorong individu untuk mampu berpikir kritis dan bersikap etis.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) merupakan suatu kegiatan berpikir yang sangat diperlukan dalam setiap kegiatan individu dalam upaya memperoleh pendapat dan informasi yang benar tanpa harus menjatuhkan atau merendahkan pihak pemberi informasi ketika terjadi perbedaan pandangan. Sehingga, peran sikap etis dalam penyampaian kembali pendapat baru tersebut sangat diperlukan agar penerima pendapat yang baru bisa menirima dengan baik.
Referensi
Browne N.M., & Keeley M. S. (2007). Asking the Right Questions: A Guide to Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall.
Butterworth. J., & Thwaites. G. (2013). Thinking Skills: Critical Thinking and Problem Solving. NewYork: Cambridge University.
Latif, M. 2015. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenada Media Group.