Tafsir Sejarah Berbeda
Kekuatan Nalar dan Data
Menjadi kebenaran yang Nyata
Rejang Tanah Sriwijaya_
Sebagai insan yang tidak luput dari salah apalagi dosa menjadi perjalanan dalam setiap detik kehidupan, tetapi semua bisa menjadi kata maaf bila dibuktikan dengan karya, bahwa salah dan dosa adalah manusia, tetapi dengan karya bisa menjadi permohonan maaf yang nyata_
Membaca buku karya Prof Slamet Muljana, seorang filolog yang luar biasa, dengan karya yang tidak biasa karena dikerjakan dengan penuh tanggung jawab moral keilmuan bagi generasi selanjutnya, beliau menjelaskan dengan temuan temuan yang beliau dapatkan dari sumber aslinya dan informan yang pakar_
Maksud dari penulisan sejarah adalah menafsirkan peristiwa peristiwa sejarah dalam rangka kehidupan kenegaraan suatu negara. Jadi sejarah adalah perkara publik dan untuk pendidikan mental publik menghadapi masa yang akan datang, karena keberhasilan masa depan sangat ditentukan oleh sejarah masa lalu dan sekarang_
Sejarah bukanlah monopoli seorang ahli semata mata. Sejarah adalah keterbukaan pelajaran setiap peristiwa bagi semuanya. Sebagaimana sejarah Sriwijaya yang hidup tidak hanya di Indonesia bahkan di dunia._
Pngetahuan sejarah Sriwijaya baru lahir pada permulaan abad ke 20, nama Sriwijaya mulai dikenal pada tahun 1918, sejak George Coedes menulis tentang Le royaume de Crivijaya, pada tahun 1913 Prof. Kern menerbitkan piagam Kota Kapur, salah satu piagam Sriwijaya dari tahun 686, ia masih menganggap bahwa Sriwijaya yang tercantum pada piagam tersebut adalah nama seorang Raja karena “Cri” biasanya sebutan bagi gelar Raja kemudian di ikuti nama bersangkutan_
Melihat Sejarah Sriwijaya di Tanah Rejang dari kisah Rie Tandan, Puyan Remeyon hingga Putri Putih Darah adalah gambaran betapa luasnya Kerajaan Sriwijaya, padahal secara kemajuan teknologi Masih menggunakan sumberdaya dari alam, bagaimana membuat tulisan dari simbol simbol alam yang ada untuk menunjukkan kemajuan aksara alam dari kekuatan hati dan pikiran yang damai dan menghidupkan Nilai Nilai kesetiaan, kesucian, kebangsaan, pengorbanan dan perjuangan._
Tidak ada Kerajaan besar tanpa itu semua, Kerajaan yang bisa bertahan lama dengan Peradaban yang masih hidup sampai sekarang tidak dilihat dari bentuk fisik bangunan yang ditinggal kan tetapi dari nilai nilai kehidupan yang selalu hidup dari generasi ke generasi_ (sumarto)