Site icon Literasi Kita Indonesia

MENDIDIK ANAK DALAM ISLAM

ELKIN FILENTI -Mahasiswa Pascasarjana IAIN Curup

Dalam agama Islam perintah yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah adalah wajib untuk ditaati dan diajarkan. Ajaran islam sangat memperhatikan urusan keluarga seperti halnya pendidikan anak karena anak akan menjadi pembela orang tua di akhirat kelak dan seluruh apa yang dilakukan orang tua terhadap anak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Subhanahuwata’ala. Oleh sebab itu pendidikan agama sangatlah penting untuk dilakukan terhadap anak karena harta dan kepintaran atau apapun yang sifatnya duniawi sesungguhnya itu tidak ada artinya diakhirat kelak.  Begitu banyak orang tua yang melalaikan pendidikan agama anak sementara yang dihadapkan dengan penuh kemewahan, kelalaian dan kesia-siaan yang sama skali tidak bermanfaat bahkan justru akan merugi baik bagi anak maupun orang tua. Seperti halnya anak disuguhkan dengan begitu banyak barang yang serba mahal sehingga terbentuklah karakter anak yang sombong dan tidak mau menggunakan barang yang sederhana, contohnya orang tua memberikan dan membanggakan kepada anak tentang menggunakan  barang mahal dan bermerek berupa pakaian, mainan, HP, makanan, pulsa internet yang berlebihan dan apa saja yang nilainya sangat mahal dan bergengsi. Tentu saja hal ini mengakibatkan anak untuk terbiasa mewah dan tidak mau memakai barang yang sederhana padahal tak selamanya orang tuanya hidup mewah dan tak selamanya anak bisa bersama orang tuanya. Bisa dibayangkan jika anak sudah terbiasa jadi terbentuk  kebiasaan hidup mewah ketika Allah SWT mentakdirkan orangtuanya jatuh miskin maka tentu saja keluarga tersebut menjadi tidak siap dengan situasi dan kondisi yang dihadapi bahkan bisa mengakibatkan stres. Dan yang jauh lebih penting kebiasaan buruk tersebut akan mengakibatkan jauh dari Allah  SWT dan lalai terhadap perintahNya. Untuk itu sangatlah perlu diperhatikan bagaimana pendidikan anak yang sesuai dengan syariat islam yakni berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

Tanggung jawab orang tua sebagai pemimpin

Berdasarkan AL-Quran dan Sunnah setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sehingga setiap anggota keluarga harus memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah tersebut. Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya karena Allah ‘Azza wa Jalla akan mempertanyakannya di hari Akhir kelak.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” [1]

Dari hadis tersebut dapat difahami bahwa yang menjadi pemimpin dalam keluarga tidak hanya suami namun juga istri yang mana istri harus mampu memimpin yakni dengan memanajemen keadan dalam rumah agar selalu tenang dan nyaman bagi suami dan anak, mengatur keuangan, kebutuhan dan perencanaan tentang target yang akan dibeli sehingga pengeluaran bisa seimbang dengan pemasukan bahkan bisa menabung untuk masa depan. Begitu juga dengan pendidikan anak, orang tua harus memilih memasukan anak disekolah yang memperhatikan pembelajaran agama islam lebih dari sekolah yang lain.

Artinya jangan sekali-kali memasukkan anak pada sekolah yang tidak memperhatikan atau mendidik ahlak yang baik terhadap siswanya karena untuk apa anak pintar jika ahlaknya buruk. Alangkah lebih baik lagi jika anak berahlak baik dan sopan-santun, memegang teguh agama dan cerdas. Terkhususnya ibu harus memperhatikan apa yang dikerjakan anak disekolah jika ada tugas yang perlu dibantu maka ibu hendaknya ibu mendidik dirumah seperti menyimak hafalan dan menambahkan hafalan Al-Qurannya sesuai data disekolah agar kemampuan anak menjadi semakin baik dan bertanggung jawab sesuai yang diajarkan Rasulullah.

Pendidikan anak yang baru lahir

Pada dasarnya mendidik anak dimulai sejak anak masih dalam kandungan yakni dengan membacakan ayat suci Al-Quran agar perkembangan janin menjadi lebih baik dan anak sudah terbiasa mendengar firman Allah sehingga anak dapat mencintai Al-Quran. Setelah anak lahir, barulah pendidikan itu dilakukan secara langsung pada anak tersebut. Ada beberapa upaya dalam pandangan Islam yang semestinya dilakukan orang tua dalam pendidikan anak, diantaranya sebagai berikut:

  1. Melakukan azan dan iqamah, azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini menurut Ibn al-Doyyin al-Jaujiyah dimaksudkan agar getaran-getaran pertama yang didengar oleh si anak adalah kalimat panggilan agung yang mengandung kebesaran Allah Subhanahuwataala dan kesaksian pertama bahwa beragama islam
  2. Mencukur rambut pada saat bayi berusia 7 hari, dan melakukan Aqiqah, sebagai sunnah Rasulullah SAW.
  3. Memberi nama yang baik.

Orang tua hendaknya memberikan nama yang baik bagi anak-anaknya. Nama dapat memengaruhi pergaulan anak. Nama yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, dan sebaliknya nama yang buruk akan menjadikan anak minder, karena namanya menjadi bahan olok-olokan oleh temannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendidik anak

  1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka mengenal siapa tuhannya yang telah menciptakannya dan seluruh alam semesta beserta isinya yakni Allah Subhanahuwata’ala dan mencintai Allah dengan sempurna, mendidik agar selalu rindu dan membutuhkan Allah sehingga ingin slalu mengingat dan selalu merasa penjagaan / pengawasan Allah Subhanahuwata’ala dimanapun berada. Dengan adanya pengajaran tentang mengenal Allah dan penanaman rasa cinta terhadap Allah Subhanahuwata’ala maka anak akan mudah mengikuti ajaran islam yang telah diperintahkan Allah Subhanahuwata’ala.
  2. Dan orang tua harus mengajari anak agar Mengenal dan mencintai Rasulullah yakni nabi besar Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia dan pengajaran yang paling sempurna, agar mereka mengenal dan memahami Islam secara menyeluruh untuk difahami, diamalkan dan diajarkan.

Yakni dengan mengajarkan Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah  engkau memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar. [Luqman: 13] [2]

Sungguh begitu pentingnya makna kalimat Tauhid ini kita ajarkan kepada anak dari sejak kecil karena kesyirikan adalah dosa besar yang tak dapat diampuni.

Oleh sebab itu orang tua harus menjelaskan, mengajarkan dan menanamkan hakikat kalimat tauhid yakni dengan betul-betul meyakini bahwa Allah Subhanahuwata’ala adalah yang maha esa artinya bahwa manusia hanya bergantung kepada Allah bukan selainNya, hanya minta tolong pada Allah tidak dengan selainNya, mengikuti dan mentaati perintah hanya dari Allah serta meninggalkan seluruh larangan Allah Subhanahuwata’ala

Perhatian terhadap shalat , orang tua juga harus menjadikan prioritas utama dalam mendidik anaknya untuk menegakkan sholat lima waktu satu hari satu malam.  Shalat merupakan tiang agama, jika seseorang melalaikannya niscaya agama ini tidak bisa tegak pada dirinya. Shalat ini pulalah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di akhirat. Untuk itulah, hendaknya orang tua dengan tiada bosan senantiasa memberikan contoh dengan shalat diawal waktu dengan berjama’ah di masjid, mengajaknya serta menanyakan kepada anaknya apakah dia telah menunaikan shalatnya ataukah belum.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).” [3]

Dari hadis tersebut menyatakan bahwa begitu pentingnya untuk mendidik anak menegakkan shalat sampai dibolehkan untuk memukul ketika tidak mau saat sudah usia 10 tahun. Tentu saja dalam hal ini anak harus diberikan pemahaman, latihan dan suritauladan dari sejak anak masih kecil agar anak sudah terbiasa  untuk melaksanakan shalat sehingga anak pada usia 10 tahun sudah melekat rasa kewajibannya terhadap Allah diantaranya menegakkan shalat lima waktu satu hari satu malam. Dengan sudah terlatihnya anak dalam membiasakan untuk melaksanakan shalat jadi orang tua tidak perlu melakukan kekerasan seperti memukul. Apalagi saat ini mendidik dengan memukul dapat dikatakan kurang efektif sebagaimana dijelaskan bahwa Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar.[4]

Mengajak isteri dan anak untuk melaksanakan shalat di awal waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk tetap sabar dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam mengingatkan isteri dan anak kita untuk tetap menegakkannya.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kami-lah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa.” [Thaahaa : 132][5]

Jika anak kita sudah berumur 10 tahun, hendaknya sang ayah mengajaknya untuk menunaikan kewajiban shalat dengan berjama’ah di awal waktu di masjid. Ini merupakan pendidikan praktis yang sangat bermanfaat, karena dalam benak si anak akan tertanam kebiasaan dan perhatian yang mendalam tentang kewajiban yang sangat mulia ini. Terdapat banyak sekali hikmah dan manfaat yang terkandung di dalamnya.

Seseorang yang lalai dalam shalatnya, maka ia akan mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat.” [Maryam (19): 59][6]

Bentuk menyia-nyiakan shalat di antaranya adalah melalaikan kewajiban shalat, menyia-nyiakan waktu shalat dengan tidak melaksanakannya di awal waktu. Yang dengan sebab itu, mereka akan menemui kesesatan, kerugian dan keburukan. Oleh sebab itu hendaknya sebagai orang tua dapat mendidik anaknya bagaimana dapat menegakkan sholat bukan hanya melaksanakannya, artinya jika hanya melaksanakannya bisa saja diakhir waktu, tidak menjaganya, dan tanpa merasa bertanggung jawab sehingga tidak mendapat hikmahnya seperti misalnya orang melaksanakan shalat tetapi maksiat tetap dilaksanakan, berbohong dan berbuat curang merupakan hal yang biasa saja dilakukan sehingga tidak merasa bersalah dan mengabaikan hukuman yang akan didapat dari sang maha adil, sang maha melihat dan sang maha tahu atas seluruh apa yang dilakukan oleh setiap mahluk yang diciptakanNya dan tanpa menyadari bahwa semuanya akan kembali dan dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan yang maha esa yakni Allah Subhanahuwata’ala.

Mendidik anak dengan Perhatian Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan anaknya. Ibu adalah pembentuk pribadi putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap hari waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.

Bunda Darosy menjelaskan bahwa ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Ibu sebagai pencipta, ibu sebagai pemelihara suasana. Peran ini tidak bisa digantikan oleh siapapun. Prinsip-prinsip dasar kehidupan, seperti agama, nilai kebenaran, nilai kebaikan dan keburukan, perilaku-perilaku  dasar pada pola pendidikan anak dalam keluarga. Sehingga seorang ibu harus berusaha menjadi sahabat anak-anaknya sebagai jembatan emas menyatukan anak dan orang tua dalam hubungan yang akrab dan mesra.[8]

Orang tua yang baik senantiasa akan mengoreksi perilaku anaknya yang tidak baik dengan perasaan kasih sayangnya, sesuai dengan perkembangan usia anaknya. Sebab pengasuhan yang baik akan menanamkan rasa optimisme, kepercayaan, dan harapan anak dalam hidupnya.[9] Dalam memberi perhatian ini, hendaknya orang tua bersikap selayak mungkin, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak terlalu kurang. Namun perhatian orang tua disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak.

Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian yang cukup, niscaya anak-anak akan menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga. Namun pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.

Oleh sebab itu sebagai orang tua hendaknya selalu memperhatikan anaknya agar seluruh yang diinginkan orang tua dalam hal kebaikan dapat tercapai. Namun jika hanya sebatas keinginan orang tua saja yang ingin anaknya menjadi baik tetapi tidak mendidik anak kearah yang baik, tanpa memberikan perhatian yang lebih pada anak dan mengabaikan lingkungan yang baik maka mana mungkin keinginan tersebut dapat diwujudkan.


[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no.1829), Ahmad (II/5, 54, 111) dari Ibnu ‘Umar radhi-yallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.

[2] Mushaf Ash-Shahib, Departemen Agama RI, Depok: Hilal Media, 2016

[3] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no. 1829), Ahmad (II/5, 54, 111) dari Ibnu ‘Umar radhi-yallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.


[4] Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam” (Bandung: Diponegoro, 1993), 341.

[5] Al-Quran dan Terjemahnya Mushaf Ash-Shahib, loc.cit.

[6] Ibid

[7] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, “Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak” (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), h.123.

[8] Darosy Endah Hyoscyamina, Cahaya Cinta Ibunda(Semarang: DNA Creative House, 2013), 136.

[9] Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and Sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal Pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as- Sunnah” (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), 262.

Exit mobile version