“Pagi Menawan”

Gadis itu duduk di sebuah kursi taman. Dinginnya pagi tidak mengurungkan niatnya untuk menikmati indahnya pemandangan di taman ini. Ia memperhatikan ke sekitar. Bunga-bunga yang berwarna-warni terlihat menawan dari kejauhan. Aroma embun yang masih bersemayam pada lembar dedaunan terasa menenangkan. Ia pun menarik napas dalam-dalam.

“Hmmmmmmmm…… Huuuuuuuuuhhhh……”. Udara dingin pagi ini menghadirkan berkas uap dari mulut kecilnya.

Entah apa yang ada dalam pikirannya. Yang pasti, saat itu ia terlihat sedang tersenyum. Matanya menatap setiap sudut taman. Sesekali ia merapikan syal merah muda yang ia kenakan. Jaket biru tua yang ia kenakan membuatnya terlihat cantik. Pipinya terlihat kemerahan karena udara yang dingin. Ia pun menggosokkan kedua tangannya untuk mengurangi rasa dingin. Sesekali ia meniup kedua tangan yang bergesekan itu. Berkas uap kembali terlihat. Ia tersenyum melihat berkas uap itu keluar dari mulutnya.

Perlahan, ia menoleh ke arah kanan. Matanya tertuju pada dua ekor burung-burung kecil yang saling berkejaran di atas danau di tengah taman. Kedua burung itu bermain di antara kabut yang masih terbentang di atas danau. Gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan mengikuti arah terbang kedua burung itu.

“Wah, kalian sangat bahagia, andai saja aku memiliki sayap seperti kalian”. Ia bergumam seolah-olah sedang berbicara dengan kedua burung itu.

Ia mengalihkan pandangannya dari dua burung kecil itu. Kali ini ia melihat ke arah danau. Terlihat capung kecil terbang di atas air. Sesekali mendekati permukaannya, menghadirkan gelombang-gelombang kecil di atas permukaan air. Ia juga memperhatikan pohon-pohon di pinggir danau. Pantulan bayangan pepohonan di atas permukaan danau itu terlihat menakjubkan.

Di tengah keasikannya, tiba-tiba ia mendengar suara yang memanggilnya. Suara itu berasal dari laki-laki yang menemaninya di taman ini. Sejak tadi, laki-laki itu menatap kebahagiaan yang terpancar dari wajah gadis itu.

“Dik, ayo pulang, udah jam tujuh, kamu harus siap-siap sekolah lho”.

“Baik kak”. Jawabnya. “Kakak lihat burung yang di sana? Mereka terlihat sangat bahagia ya? Mereka bisa bebas bermain dan terbang menikmati keindahan dunia”. Tambahnya dengan bersemangat.

“hmmmm, tenang, nanti kalau kamu sudah sembuh, kamu bisa kok seperti mereka, tentu saja tidak terbang, haha”. Laki-laki itu mencoba untuk menjaga kebahagiaan gadis itu. “Ayo sini kakak bantu kembali ke kursi roda”. Tambahnya.

“He em”, respon gadis itu sambil mengangguk pelan. Sebelum beranjak ke kursi roda, ia menatap lekat-lekat kursi roda itu terlebih dahulu. Itu adalah alat yang harus ia gunakan sejak ia mengalami kecelakaan.

Dulu, ia sangat senang berlarian di taman ini. Tetapi karena kecelakaan beberapa bulan lalu, ia tidak bisa lagi melakukan itu. Kedua kakinya patah. Terlebih lagi ia harus kehilangan Ibunya. Orang tua satu-satunya setelah ayahnya wafat beberapa tahun yang lalu. Ia tidak siap menerima hal itu. Kejadian itu menghancurkan semangatnya. Hatinya hancur. Untung saja ia memiliki kakak laki-laki yang sangat menyayanginya. Dengan sabar, kakaknya mencoba untuk menyemangatinya agar ia kembali ceria. Ia sering di ajak ke taman ini. Bukan hanya untuk bernostalgia, tetapi kakaknya tahu bahwa ia menyukai tempat ini. Tempat yang sering ia kunjungi bersama ibu.

“Kakak, terima kasih ya”.

“Iya adikku yang bawel”. Jawab laki-laki itu sembari mencubit pipinya.

Kini gadis itu sudah berada di kursi roda. Laki-laki di belakangnya mendorong kursi roda itu dengan perlahan. Sesekali gadis itu menggoda kakaknya yang sedang mendorong kursi roda itu.

“Kak, sini aku bisikin”. Ujar gadis itu agar kakaknya mendekat. “Uuuuuuuu… Uuuu… Uuu….”. Tiba-tiba ia mencubit hidung kakaknya sambil menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan.

“Aaaa… Aduuh, Eh dasar usil”.

Reaksi kakaknya itu membuatnya tertawa. Melihat hal itu, laki-laki itu juga ikut tertawa. Tawa yang terlihat bahagian. Tawa yang juga menambah kebahagiaan di taman itu.

….
M. Abdussalam Hizbullah
28 Oktober 2019


Follow me

Leave a Reply

Your email address will not be published.