KELUARGA DAN PENCEGAHAN “EKSTRIMISME”

Mr. Suratno – Universitas Paramadina Jakarta

Dalam hal radikalisme dan terorisme, (selanjutnya sy lbh suka istilah) ekstrimisme-kekerasan maupun kontra-ekstrimisme, keluarga adalah faktor penting dan menentukan.

Dari banyak kasus, para ekstrimis pertama2 akan mempengaruhi dan mengajak keluarga mereka untuk jd ekstrimis jg. Keluarga adalah orang2 terdekat baik scr fisik maupun non fisik shg jejaring ekstrimisme lbh mudah terbentuk. Itulah mengapa ada fenomena terrorist brotherhood/sisterhood dan bahkan terrorist family.

Demikian juga dalam upaya kontra-terorisme, keluarga jg menjadi salah satu kunci sukses atau tidak. Pertama2 yang menjadi subyek perhatian adalah keluarga dan atau saudara dari para ekstrimis. Jadi harus dipastikan bahwa klrg dan saudara ekstrimis bisa dirangkul scr kekeluargaan untuk awalnya disengagement; menjauh dari kelompok ekstrim untuk kemudian ada proses deradikalisasi; tobat dari ideologi dan aktivitas ekstrimisme.

Itu utk klrg ekstrimis. Untuk klrg yang belum terpapar, kontra-ekstrimisme harus memastikan bhw klrg2 punya ketahanan (resiliensi) yg memadai untuk mencegah dan menghalau potensi terpapar ekstrimisme. Bbrp riset mnyebut bahwa pemuda yg punya kedekatan dgn klrg (terutama dengan ibunya) they are less potential to-be-recruited. Demikian jg daya resiliensi klrg jg mampu menghalau ketika potensi ekstrimisme mulai menjangkiti salah satu anggota klrg mereka.

Secara umum, terdapat 3 indikator ketahanan keluarga;

Pertama, ketahanan fisik yakni tercukupinya kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan serta bbrp kebutuhan sekunder. Kaya-miskin memang relatif tapi acuannya dengan definisi kemiskinan yg ditetapkan pemerintah. Ini jg standarnya dinamis.

Kedua, ketahanan psikologis yakni kematangan berpikir, bertindak dan mengendalikan emosi diantara anggota keluarga (ayah, ibu dan anak). Situasi dan kondisinya mmg beda2 dan fluktuatif tapi kohesivitas keluarga membuatnya bisa saling membantu. Misal ada anggota klrg yg depresi, lalu dpt perhatian dan bantuan dr anggota klrg lain shg tdk lari atau terjerumus ke hal2 negatif dll.

Ketiga, ketahanan sosial-budaya. Yakni partisipasi sosial dalam masyarakat. Kohesivitas sosial adalah perluasan kohesitivitas klrg. Tatanan dan fungsi sosial yg berjalan baik membuat klrg bs saling membantu dan ini modal sosial bg individu dan klrg. Masyarakat modern yg cenderung individualis dan kurangnya kepedulian-sosial mmg mjd tantangan sendiri dalam upaya mencegah dan mengkonter ekstremisme-kekerasan di masyarakat.

Kemudian, ketahanan budaya yakni kemampuan klrg dalam memahami dan menghadapi keragaman di masyarakat. Memang beda2 karena dipengaruhi faktor ekonomi, tingkat pendidikan, pengalaman hidup, keluasan pergaulan.

Kuncinya adalah perbanyak, persering dan perintens bergaul dgn orang2 dgn latar yg berbeda2, kalau bisa sedini mungkin dr kecil, shg tumbuh kedewasaan sosial-budaya.

Sumarto sumarto

Leave a Reply

Your email address will not be published.