Sentuh HATI para EKSTRIMIS

Mr. Suratno – Universitas Paramadina Jakarta – Jurusan Political Anthropology & Religion (Neue Diskurse zu Staat und Gesellschaft in der Islamischen Welt) di Goethe-Universität Frankfurt

Alaa inna fil jasadi mudghoh, wa idza solahat solahal jasadu kulluh, fa idza fasadat fasadal jasadu kulluh, alaa wa hiyal qolbu

(Ingatlah sesungguhnya didalam setiap tubuh manusia itu ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah semua, dan jika ia rusak maka rusaklah semuanya, ingatlah bahwa itu adalah hati)

Karena dulu dalam wawancara ditulisan ini sy belum menjelaskan konsep “hati” secara detail, jd sy tulis aja di sini. Menurut saya, prinsip dasar penanganan ekstremisme-terorisme adalah “hati”. Scra sederhana sy membaginya menjadi 3 hal.

Pertama, sentuh HATI para ekstrimis-teroris. Sbnrnya ini berlaku jg utk pelaku tindak kejahatan lainnya. Masih ingat lirik lagunya Candil Seriyeus “Rocker juga manusia… punya rasa punya HATI…. jangan samakan…. dengan belaaatiii….”. Tinggal ganti rocker dgn kata ekstrimis/teroris. Mereka sama2 manusia. Jd prinsip alaa inna fil jasadi mudghoh jg berlaku…

Kedua, hadapi mereka dgn HATI-HATI. Ekstrimisme dan terorisme masuk dalam kejahatan luar biasa. Jadi kita tdk bisa menghadai mereka asal2an saja. Mrk bisa nekad. Salah2 kita jg bisa jd korban kenekadannya. Perlu strategi matang menghadapi mrk dgn melihat sikon, profil, situasi kebatinan mrk dan perlengkapan yg kita butuhkan utk antisipasi hal2 terburuk.

Ketiga, beri mereka per-HATI-an. Kdg2 diawal2 ktmu kita terpaksa hrs ikut alur-pembicaraan mereka. Klo disanggah mereka langsung denial (blm apa2 sdh menolak). Klo sdh “tune” ngobrol aja ttg keluarga mrk dll, ttg ayah, ibu, istri/suami, anak dll. Klo mereka kooperatif, beri perhatian lbh lanjut utk makin menyentuh hatinya.

Tentu saja ketiga hal di atas cuma prinsip2 dasar. Dilapangan seringkali menjadi lbh rumit dan lbh sulit. Kita harus punya plan A, B, C dst.

Tapi seenggak2nya kita punya panduan dasar gmna harus men-treat ekstremis dan teroris klo kita bener2 mau menangani mereka scra smooth/halus. Cara2 represif hanya klo terpaksa sja dan sebisa mungkin dihindari karena penanganannya tdk benar2 menyelesaikan ekstremisme-terorisme.

Dr. Phil. Suratno , M.A – Universitas Paramadina Jakarta
Sumarto sumarto

Leave a Reply

Your email address will not be published.